Menapaki Jalan Devosi: 15 Calon Anggota Baru Konfreria Reinha Rosari Larantuka Jalani Pembinaan Intensif di Kapela Tuan Ma
Larantuka, 6 Agustus 2025-Kapela Tuan Ma di jantung kota Larantuka kembali menyala dalam diam. Bukan oleh lentera prosesi atau iring-iringan Semana Santa, melainkan oleh sekelompok orang katolik yang perlahan menapaki jalan panjang devosi. Mereka datang tidak membawa bendera, tidak pula nyala lilin, tapi membawa satu hal yang paling penting: kerinduan untuk mengabdi dalam hening. Tahun 2025 ini, Konfreria Reinha Rosari Larantuka membuka pintu bagi 15 calon anggota baru, dan seperti yang telah diwariskan sejak ratusan tahun silam, proses pembinaan menjadi tahap awal bagi mereka untuk menjadi bagian dari warisan rohani umat Katolik Larantuka.
Awal Juli menjadi titik tolak. Tepat pada tanggal 5, ke-15 calon anggota baru berkumpul di Kapela Tuan Ma, ruang sakral tempat berdiam Tuan Ma, Bunda Reinha Rosari, Bunda Maria yang selama ini disembah dan diarak setiap pekan suci. Di hadapan altar sederhana, Procurador Konfreria, Bapak Fransiskus Dacosta, membuka pembinaan dengan sebuah pengantar yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menyentuh akar spiritualitas Konfreria. Ia berbicara tentang pelayanan diam-diam, kesetiaan dalam sunyi, dan kemurnian hati sebagai syarat utama menjadi bagian dari serikat yang tak mencari sorotan, namun justru menjadi penopang utama devosi umat.
Minggu kedua, 12 Juli, membuka pemahaman yang lebih konkret. Calon anggota mulai diperkenalkan pada bentuk organisasi Konfreria secara menyeluruh. Apa yang selama ini hanya mereka lihat dari luar, kini mulai tampak jelas: struktur organisasi, kedudukan tugas, relasi antar peran, hingga hak dan tanggung jawab sebagai anggota. Semua dipaparkan oleh Wakil Procurador, Bpk. Buce Monteiro, dengan nada yang tegas namun bersahabat—sebuah suara yang mengajak, bukan menginstruksi. Para peserta mulai memahami bahwa menjadi bagian dari Konfreria bukan sekadar berdiri dalam prosesi, melainkan menjadi bagian dari sistem pelayanan yang bekerja dalam harmoni.
Seminggu berselang, 19 Juli, menjadi ruang bagi kontemplasi sejarah dan simbol. Diceritakan bagaimana Konfreria tumbuh di tanah Larantuka sejak masa pengaruh Portugis, menyatu dalam budaya lokal, dan menjadi kekuatan rohani umat Katolik Flores Timur. Sejarah ini bukan dongeng. Ia hidup dalam prosesi, dalam baju lengan panjang dan rosario, dalam napas umat yang setiap tahun menyambut Semana Santa. Hari itu juga, para peserta diperkenalkan pada ornamenti—salib, mahkota duri, kain ungu sengsara, dan benda-benda suci lainnya. Tidak sekadar melihat, mereka menyentuh, mendengarkan penjelasan tentang maknanya, dan merenungkannya dalam diam. Bagi banyak peserta, inilah pertama kalinya mereka menyadari bahwa setiap benda dalam prosesi bukan sekadar properti, melainkan simbol penderitaan Kristus yang harus dihormati dan dijaga.
Masuk ke tanggal 26 Juli, pembinaan beralih ke napas devosi yang hidup: Semana Santa, Novena Agung, Hela Bendera, dan Corpus Christi. Ini bukan sesi yang mengajarkan prosedur teknis, tetapi sesi yang menghidupkan kembali kekaguman pada kekayaan spiritual Katolik Larantuka. Tradisi ini begitu unik: doa yang dilantunkan dalam bahasa Portugis kuno, barisan prosesi yang berbaris tanpa aba-aba, dan keheningan yang begitu dalam hingga orang bisa mendengar suara hatinya sendiri. Para peserta diajak merenungi bahwa semua ini bukan pertunjukan budaya, tetapi doa umat yang hidup, yang dijaga oleh mereka yang memilih menjadi pelayan di balik layar: Konfreria.
Tepat satu minggu sebelum pelantikan, tanggal 2 Agustus, pembinaan memasuki wilayah yang lebih luas: makna Tahun Yubelium. Dalam Gereja Katolik, Yubelium adalah tahun pembebasan dan pengampunan, tahun penuh rahmat. Namun bagi Konfreria, tahun suci ini menjadi momentum untuk memperbarui komitmen, untuk meneguhkan kembali panggilan diam-diam mereka di tengah dunia yang bising. Materi ini seakan menjadi benang merah yang menyatukan seluruh proses pembinaan—bahwa menjadi anggota Konfreria bukanlah posisi, melainkan panggilan yang harus diperbarui dari waktu ke waktu.
Lalu tibalah pada hari yang paling "sunyi" sekaligus paling sakral dari seluruh rangkaian ini yakni rekoleksi. Dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus, rekoleksi diikuti tidak hanya oleh calon anggota, tetapi juga oleh seluruh anggota aktif Konfreria. Rekoleksi ini dipimpin oleh Romo Gius Lolan, Pr., dengan tema yang begitu dekat dengan hati setiap anggota: Spiritualitas Santo Dominikus dan devosi kepada Bunda Maria. Dalam keheningan doa, para peserta merenungi kembali makna pengabdian, kekudusan hidup dalam kesederhanaan, dan kerendahan hati yang menjadi ciri utama para anggota Konfreria.
Usai rekoleksi, seluruh calon anggota menerima Sakramen Pengakuan Dosa. Dalam ruang yang redup, dengan doa-doa lirih yang berhembus di antara dinding kapela, mereka menyerahkan beban masa lalu dan membuka diri bagi rahmat yang baru. Ini bukan lagi sekadar tahapan pembinaan, tetapi titik balik rohani—sebuah baptisan kedua yang membawa mereka semakin dekat kepada peran baru yang akan diemban.
Puncaknya akan berlangsung pada 8 Agustus 2025, dalam Misa Kudus Pesta Santo Dominikus. Di altar yang sama tempat mereka memulai pembinaan, kini mereka akan dilantik dan menerima bernika, tanda resmi sebagai anggota Konfreria Reinha Rosari Larantuka. Sebuah transformasi sunyi yang lahir dari kesetiaan, pembelajaran, doa, dan komitmen.
Pembinaan ini bukan tentang bagaimana menjadi bagian dari seremoni megah. Ia adalah tentang bagaimana membentuk hati yang siap mengabdi. Konfreria Reinha Rosari, dalam diamnya, telah menunjukkan satu hal: bahwa iman tidak selalu harus berteriak. Ia bisa hadir dalam langkah lambat barisan Semana Santa, dalam kidung Portugis yang tak dipahami banyak orang, dan dalam peluh seorang anggota yang berdiri semalaman di sisi jalan, menjaga sakralitas tradisi.
Lima belas candidato kini bersiap menjadi bagian dari itu semua. Dan seperti yang telah dilakukan oleh generasi-generasi sebelumnya, mereka akan memikul salib devosi ini—bukan di pundak, tapi di hati.
0 Komentar